Musim Saling Lapor, Dari Rizieq Hingga Megawati

Kede Berita, Jakarta - Polisi kini disibukkan oleh setumpuk laporan masyarakat untuk dugaan perkara yang boleh dibilang serupa tapi tak sama. Pihak terlapor pun sesungguhnya ada di dalam lingkaran yang sama: pentolan Front Pembela Islam Rizieq Shihab, Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama, dan loyalis kedua belah pihak.

Rizieq dilaporkan oleh banyak elemen masyarakat dengan kasus beragam, mulai dari dugaan menghina Pancasila, menistakan agama, menyebarkan kebencian yang menyinggung SARA, hingga tudingan duit palu-arit terhadap pemerintah.

Demikian pula Ahok. Selain dituduh menistakan agama, Ahok juga sempat dilaporkan karena diduga menyebar fitnah dengan menyebut pedemo aksi #411 massa bayaran.

Belum selesai konflik antara Rizieq dan Ahok, polisi kembali disibukkan dengan laporan yang menyeret Presiden kelima Megawati Soekarnoputri. Ketua Umum PDI Perjuangan itu juga dilaporkan atas dugaan penistaan agama saat dia berpidato di acara ulang tahun ke-44 partainya. 

Di luar itu semua, ada pula aksi saling lapor dengan kasus yang tak kalah menarik, mulai dari pelesetan Fitsa Hats sampai urusan bendera negara berlafaz arab.

Dilindungi Undang-undang
Tak ada yang salah dari maraknya laporan ke polisi. Pemerintah melalui undang-undang menyatakan, melapor atau mengadu kepada aparat menjadi hak atau kewajiban setiap warga negara. Kebebasan pun diberikan. 

Pasal 108 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan, setiap orang yang melihat atau menjadi korban pidana berhak melapor atau mengadu kepada penyelidik atau penyidik melalui lisan maupun tulisan.

Pasal 1 ayat 24 KUHAP menjelaskan, laporan adalah pemberitahuan seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan UU kepada pejabat berwenang tentang dugaan pidana. 

Selanjutnya disebutkan, pemberitahuan disertai permintaan pihak berkepentingan kepada pejabat berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.

Aduan atau laporan dapat ditujukan kepada Polsek, Polres, Polda, dan Mabes Polri. Hal ini diatur dalam Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Bukan Pribadi Bangsa
Meski dilindungi payung hukum, saling lapor bukan hal lazim di Indonesia. Menko Polhukam Wiranto bahkan menyebut tren baru itu tak menunjukkan jati diri bangsa. Ia menegaskan, Indonesia berbudaya damai dalam menyelesaikan permasalahan. 

"Mengapa tiap masalah nasional kita larikan ke pengadilan? Itu bukan budaya kita. Budaya kita musyawarah dan mufakat. Kenapa kita tidak seperti itu?" kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan kemarin (24/1).

Pendapat serupa disampaikan jajaran legislatif. Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai aksi saling lapor dan menghujat tidak menggambarkan kebinekaan Indonesia. Fenomena ini bahkan sempat dibahas kelima pimpinan MPR dan Jokowi dalam rapat konsultasi kemarin. 

"Kemudian menghadirkan seolah-olah kita ini bukan satu bangsa, satu negara. NKRI kita bineka tunggal ika. Jadi penting diselamatkan semuanya," ucap Hidayat. 

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah turut menyarankan aksi saling lapor terutama terkait dugaan penistaan agama segera dihentikan demi menghindari polemik dan menghindarkan seseorang dari ketakutan dilaporkan karena mengkritik kebijakan pemerintah.

Fenomena ini menjadi salah satu dasar pemerintah dengan persetujuan Presiden Joko Widodo membentuk Dewan Kerukunan Nasional. Lembaga ini nantinya diklaim bakal diisi orang-orang 'tak kontroversional' yang bertugas memediasi permasalahan sebelum masuk jalur hukum. 

Post a Comment